mayadefitri

Monday, July 03, 2006

LAKI-LAKI MISTERIUS, tulisan pengalaman

LAKI – LAKI MISTERIUS
Aku punya teman yang kenalan melalui chatting. Baru kali itu aku
berbincang lewat internet sama dia, tanpa aku tahu wajah "penampakannya"
secara nyata, kecuali dari satu pic kecil ukuran pas foto. Selanjutnya,
komunikasi lebih banyak lewat telepon atau sesekali lewat e-mail karena
Kikin, temanku itu, tinggal di Cirebon. Meski demikian, pertemanan kami
asik-asik saja. Jika ada momen kebetulan, kami tentu akan bertatap muka
juga.
Setelah satu setengah tahun, barulah kesempatan yang diperoleh secara
kebetulan itu datang. Beberapa waktu yang lalu, aku ada urusan ke Tegal
dan Majalengka maka aku sempatkan untuk mampir ke Cirebon yang ada
diantara kedua kota itu.
Begitu sampai terminal, segera kucari wartel untuk menelepon hp Kikin
karena aku sendiri tidak punya hp. Agar lebih mudah, aku menunggu
jemputan dia di wartel tempatku menelepon. Daripada menunggu 15 menit, aku
bilang sama ibu penjaga wartel bahwa aku menunggu jemputan seorang teman
tapi aku ingin makan dulu di wartel sebelah wartel, nanti aku akan
balik lagi ke wartel ini.
Si ibu tanya, sudah kenal, kan, sama teman yang menjemput? Rasanya
janggal jika aku mengatakan belum pernah lihat. Maka aku katakan saja
bahwa aku sudah lama tidak bertemu dengannya.
Selesai makan, sambil aku berjalan kembali ke arah wartel, si ibu
mengatakan bahwa di seberang jalan tadi ada orang berjaket kulit memakai
sepeda motor, rambut gondrong, memperhatikan wartel ini, seolah-olah
sedang mencari seseorang. Si ibu menanyakan padaku apakah itu temanku.
Otomatis kujawab tidak tahu karena kalau dulunya tidak gondrong, entah
sekarang.
Aku kembali menelepon Kikin, katanya ia masih di jalan dan sebentar
lagi sudah sampai. Tapi begitu beranjak dari wartel, si mas gondrong
yang diceritakan ibu penjaga wartel itu sudah datang . Meski agak ragu,
aku segera menghampiri dan kutanyakan,"Kikin, ya?" Dianya balik bertanya
,"Yang dari Jogja, ya?" Kujawab saja iya.
Daripada menjadi perhatian si ibu penjaga wartel, aku segera
berpamitan dan membonceng, yang penting menyingkir dulu. Aku sendiri ragu
apakah ini Kikin karena suaranya jelas berbeda. Seingatku, eajahnya juga
berbeda dengan pic yang pernah aku lihat satu setengah tahun yang lalu.
Rasanya tak mungkin pula Kikin menyuruh orang lain untuk menjemptku.
Beberapa meter dari situ, aku mulai berbincang dan menceritakan
kronologis kedatanganku ketika dia bertanya kabarku. Aku pikir, apakah dia
"ngerjain" aku ataukah ini memang salah oteang? Mungkin dia pun sangsi
sehingga menanyakan alamat dan nomor hp yang tadi aku hubungi. Barulah
dia katakan kesimpulan bahwa dia salah oang. Berarti, orang Jogja yang
dia cari bukan aku. Sekadar itu karena memang lelaki gondrong ini memang
lebih banyak diam. Laklu, dengan santainya aku dipersilakan untuk turun
atau ditawari untuk dikembalikan lagi di wartel tadi. Akhirnya aku
minta agar dia menepikan sepeda motornya sambil mencarikan wartel yang
lain. Lalu dia pergi dan aku menelepon Kikin kembali untuk menjemputku di
wartel yang baru.
Setibanya di hadapanku, Kikin tampak bersyuklur sekali menemukanku
dalam keadaan baik-baik saja. Si ibu penjaga wartel tadi mengatakan
padanya bahwa mbak yang dari Jogja sudah dibonceng sama laki-laki gondrong
yang wajahnya agak menakutkan. Otomatis Kikin menjadi khawatir, apalagi
dia tahu bahwa aku belum pernah ke Cirebon sebelumnya.Untung saja aku
segera meneleponnya kembali. Kikin segera berpamitan dan meningalkan si
ibu penjaga wartel yang tetap tak memahami apa yang terjadi. Setelah
bertemu Kikin merasa beruntung bahwa laki-laki gondrong yang katanya
bertampang menakutkan itu tidak berniat buruk terhadapku. Mungkin sja dia
adalah tukang ojek atau orang yang disuruh menjemput seseorang dari
Jogja yang belum pernah diketahuinya. Bagiku, idhep-idhep pengalaman yang
jadi ekenangan saat pertama kalinya ke Cirebon. (Januari 2006)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home