mayadefitri

Monday, July 03, 2006

MENELUSURI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO, sebuah resensi

Judul : Muslim Tanpa Mitos: Dunia Kuntowijoyo
Penulis : Syafi'i Ma'arif, dkk
Pengantar : Suyanto
Penerbit : Ekspresi Buku
Cetakan : 1, Mei 2005
Tebal : 245

Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, begitulah kata peribahasa. Namun, ketika kematian-lah yang menjemput seorang Kuntowijoyo (pada 22 Februari 2005) maka yang tertinggal adalah sejumlah buah pikir dan sehimpun kenangan yang melekat pada pribadi-pribadi yang akrab dengan kehidupan sosial maupun intelektualnya.
Paling tidak, ada tiga julukan yang dinisbatkan pada Kuntowijoyo: sejarawan, sastrawan dan pemikir sosial-politik. Kunto merupakan salah satu diantara sedikit tokoh intelektual Indonesia yang memiliki pandangan holistik, lengkap dan utuh terhadap masalah-masalah keilmuan, keagamaan dan kesenian. Dialah tokoh intelektual yang mencetuskan gagasan profetik dalam pemikiran ilmu-ilmu sosial di Indonesia.
Sebelum melihat bangunan teori sosialnya, Kunto mengajak untuk melihat beberapa tahapan perkembangan masyarakat yang meliputi tahapan 1) mitos, 2) ideologi dan 3) ilmu.
Tahapan mitos yang berlangsung sebelum abad ke-19 hingga awal abad ke-20, ditandai oleh cara berpikir mistis yang mengandaikan bahwa dunia ini dipengaruhi oleh kekuatan- kekuatan keramat. Mitos lama biasanya terkait dengan legitimasi kekuasaan yang dimunculkan melalui slogan bahwa raja adalah titisan dewa, ataupun beberapa hal yang dianggap sebagai keharusan dan pantangan. Kuatnya keterkaitan emosi beraroma irrasionalitas semacam inilah yang menggerakkan masyarakat. Namun demikian, mitos tak cuma ada pada masa lalu. Di jaman kontemporer, ia pun muncul muncul dengan gagah semisal dengan ungkapan atau frase "keperkasaan pria", "ramuan Madura", "kelangsingan tubuh", "kualitas ekspor" dan sebagainya.
Pada tahapan ideologi, orang bergerak tidak sekadar mengikuti apa kata pemimpin tapi mulai menggunakan pertimbangan yang jelas sehingga orang menyalurkan kepentingan secara kolektif. Dengan demikian, muncullah organisasi-organisasi modern (semacam Sarekat Islam) yang tidak lagi dipimpin elit desa (ulama, tokoh kharismatik, kiai) tapi elit kota (orang biasa, pedagang). Tahapan ini merentang hingga tahun 1955 dimana umat Islam begitu gegap gempita dengan pertarungan ideologi. Alhasil, Orde Baru melakukan deideologi ekstrim yang secara resmi diberlakukan mulai tahun 1985 dengan memaksa parpol berasas tunggal Pancasila.
Dari sini, Kuntowijoyo mengajak untuk menjadikannya sebagai jembatan untuk meretas era baru, yakni tahapan beragama dengan ilmu, melihat fakta dari sudut objektif. Dengan begitu, Kuntowijoyo mewariskan semangat serupa frase khasnya "Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas". Hal ini masih dirasa penting karena pada kenyataannya, sebagai cara berpikir, mitos dan ideologi bisa muncul kapan saja secara overlap, bahkan di jaman robotik sekarang ini.
Dalam menggagas teori sosialnya tentang Ilmu Sosial Profetik (ISP), Kunto memijakkan tafsirannya dari Al Qur'an 3:110 yang secara tekstual merujuk pada 3 dominasi karakter, yakni amar ma'ruf (humanisasi), nahi munkar (liberasi) dan tuk'minunah billah (transendensi). Yang pertama, memiliki muatan untuk memanusiakan manusia sesuai peran budayanya. Yang kedua, meliputi upaya untuk membebaskan manusia dari penindasan dan perbudakan sistem budaya. Dan yang ketiga, mencakup perlawanan kreatif dan intelektual serta religi-spiritual terhadap ideologi budaya sekuler yang kemudian dibawa pada ruang keyakinan agama (Islam).
ISP bukan sekadar dimaksudkan sebagai kerangka teoritis dan metodologis untuk sekadar menjelaskan dan mengubah fenomena sosial yang ada. ISP harus diiringi dengan interpretasi, refleksi dan aksi yang mengarahkan, mendorong serta merubah dan merekonstruksi realitas sosial sesuai nilai-nilai keagamaan yang telah ditunjukkan oleh wahyu suci Islam (halaman 123)
Menelusuri gagasan seorang Kuntowijoyo, terlihat bahwa paradigma ISP dan metode strukturalisme transendentalnya telah dipikir, digagas dan dijelajahi secara kreatif sejak awal karir intelektual dan kepengarangannya.
Membaca buku ini, Muslim Tanpa Mitos: Dunia Kuntowojoyo, kita diajak untuk menelusuri kembali gerilya intelektual Kunto yang mengkristal tak cuma dari buku-buku dan esainya namun juga muncul pada karya-karya kreatifnya. Kita dapat melihat tebaran ideologi yang menghampar dalam karya cerpen atau novelnya.
Satu kelebihan dari karya-karya Kunto, ia biasa menggunakan bahasa yang segar dan jernih. Siapa pun akan betah membacanya hingga akhir. Sebagai individu, Kunto dikenal sebagai pribadi yang bersahaja, tak pernah mempunyai musuh. Kritik-kritik tajamnya dibingkai dalam bahasa yang sopan. Bahkan sebagaimana diungkapkan Syaafii Ma'arif, wajah Kunto ibarat wajah surga.
Buku ini merupakan kumpulan esai tentang Kuntowijoyo, karya dan pemikirannya. Terdapat nama antara lain Suyanto, Muhidin MD, Nasiwan, Syafii Ma'arif, Binhad Nurohmat dan mbeberapa penulis lain. Dilengkapi pula sebuah sajak yang ditulis oleh Suminto A Sayuti untuk mengenang Kuntowijoyo.
Pada babak awal buku ini, menyoroti ide-ide Kuntowijoyo. Tak ayal, sebagai konsekuensinya, pembahasan mengenai ide Kunto acap tumpang-tindih antara satu penulis dengan penulis yang lain meski pembagian wilayah bahas sudah coba dilakukan. Dan tampaknya, hal ini pun sah-sah saja karena, memang, ia tokoh intelektual istimewa.
Pada babak kedua buku ini, disajikan kesaksian berupa penuturan ataupun penilaian Emha Ainun Nadjib, A Adaby Darban dan Chairil Anwar tentang sosok Kunto. Dan tak ketinggalan, karena buku ini diterbitkan oleh sebuah lembaga pers mahasiswa, yang sewajarnya peduli pada kancah pemikiran intelektual sehingga memunculkan ide untuk mengapresiasi pemikiran Kunto lewat sebuah buku, maka produk buku itu pun memuat tulisan hasil reportase dengan keluarga dekat Kunto. Pembaca diajak menelusuri gerilya pemikiran dan kehidupan Kunto, sebagai pengantar untuk selanjutnya kita menyusuri sendiri warisan Kuntowijoyo hingga ke gang-gang yang paling sempit. *** (Agustus 2005)

Catatan: resensi ini pernah aku kirimkan ke sebuah media massa di Jateng, tapi kayaknya gak dimuet, hehehe. Males sie ngecek2x...yg penting, kalo duitnya gak masuk ke rekening kan ya gak dimuat, to? Biasa aja. Kebetulan ini buku terbitan anak2x EKSPRESI

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Mau nanya min, ada bukunya ga? Saya tertarik cuma aku cari ga ada yang jual.

4:40 PM  

Post a Comment

<< Home