mayadefitri

Monday, July 03, 2006

BUSANA MUSLIMAH, tulisan hikmah dari pengalaman

BUSANA MUSLIMAH:
Antara Kesadaran, Penyadaran dan Pengalaman

Rasanya, semua orang tahu bahwa setiap muslimah yang baligh wajib menggunakan busana muslimah yang sesuai dengan syar’i. Sekadar “tahu” saja tidak cukup karena yang diperintahkan adalah melaksanakan, bukan sekadar mengetahui. Dan, persoalan pelaksanaan ini lah yang bukan persoalan mudah, terlkebih bagi mereka yang berada di lingkungan yang kurang mendukung.
Ketika pemerintah mulai membuka pintu yang lebar bagi muslimah untuk menggunakan busana muslimah sehingga foto foto di SIM yang tadinya harus memperlihatkan daun telinga pun sekarang bukan menjadi keharusan lagi. Sejak itu, penggunaan busana muslimah menjadi marak bahkan saat ini telah menjadi trend tersendiri. Meski demikian, untuk melaksanakan perintah Allah yang sudah diketahui sebagai kewajiban itu, orang masih ragu-ragu. Termasuk juga dengan aku.
Rasanya, menggunakan busana muslimah merupakan sesuatu yang di awang-awang, terlalu jauh. Idealisme tentang bagaimana seharusnya sosok seorang muslimah, bukanlah sesuatu yang mudah. Apakah tingkah laku kita sudah cukup sempurna sehingga, paling tidak, bisa dikatakan “pantas” untuk berpakaian sebagai seseorang yang “mendekati suci” itu? Lalu, apakah aku sudah siap untuk mendekati idealisme itu? Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang terus menggelayutiku waktu itu, dan aku yakin ini juga dialami oleh banyak muslimah lain yang belum menggunakan busana muslimah dalam keseharian. Para ustadz dan penganjur pun lalu mengatakan,” Jika menunggu merasa siap, kapan jadinya? Gak akan siap-siap,” begitulah yang biasa diucapkan untuk memotivasi.
Sesering apa pun nasihat yang masuk ke telinga, jika tidak dibarengi dengan kesadaran tentulah tidak akan memberi perubahan apa-apa. Namun demikian, pengalaman hidup tentulah membuat seseorang untuk berpikir. Apalagi manusia selain sebagai makhluk yang berpikir, pada fitrahnya juga makhluk spiritual yang pasti akan mencari kekuatan lain di luar dirinya yang dianggap bisa menyelamatkannya. Mungkin, kesadaran inilah yang kemudian membuatku ingin mencari sesuatu yang dapat menyelmatkan, hingga di kehidupanku nanti yang abadi.
Keasadaran itulah kemudian yang membuatku mulai “mendekat” pada sebuah kelompok pengajian sehingga aku bergaul dengan mereka-mereka yangtelah menggunakan busana muslimah dalam kehidupan sehari-harinya. Keinginan menggunakannya pun terus bertumbuh. Dari kajian-kajian yang ada, aku tahu bagaimana seharusnya busana muslimah itu, apa beda kerudung dengan jilbab. Jilbab tidak sekadar kain penutup kepala namun merupakan pakaian panjang yang menjulur ke bawah dan tentunya bisa menjadi hijab yang mampu menutupi seluruh bagian tubuh, dari kepala (kecuali wajah) sampai telapak kaki. Jadi, bukanlah “pedhotan” sekadar baju lengan panjang dan rok atau celana panjang. Di tengah trend dan pandangan dunia yang menjadikan segala sesuatu sdg komoditi yang bisa dijual, sungguh tak mudah. Begitulah yang aku benarkan.
Semakin aku mencari tahu ke tempat yang lain, aku mengukuhkan diri bahwa aku hanya akan melakukannya atas kesadaranku sendiri. Pandangan yang lebih moderat mencontohkan bagaimana Allah dalam mengharamkan minuman keras pun dengan cara bertahap. Mulanya dengan perintah untuk menjauhi khamr. Begitu pun dengan perintah menutup aurat. Artinya, cobalah untuk sedikit demi sedikit, mendekati apa yang diperintahkan oleh Allah.
Setelah keinginan menggunakan busana muslimah ini semakin menguat, sekaligus memperbaiki pelaksanaan amalan-amalan wajib semacam shalat, lalu timbul pertanyaan, kapan memulainya. Apakah mengenakan baju muslimah hanya untuk bepergian ke kampus atau bepergian jauh saja atau ketika hingga ketika ada di lingkungan tempat tinggal juga? Belum ada jawaban hingga kemudian aku merasa bahwa aku telah banyak berbuat dosa. Aku takut untuk berlaku dosa yang lebih, lebih dan lebih besar lagi. Akhirnya, aku pun bertekad untuk segera mengenakannya, meski hanya ketika bepergian ke luar pada jarak yang relatif jauh hingga kemudian batasan jarak yang secara pribadi aku buat itu semakin menyusut, sehingga aku menggunakannya tak sekadar ketika ke kampus atau bepergian jauh saja. Aku mulai merasa malu jika tidak menggunakannya di tempat tetangga, misalnya.
Akhirnya, aku menarik kesimpulan bahwa pada dasarnya setiap orang punya kesadaran tentangmana yang baik mana yang buruk, mana yang wajib dan yang tidak. Namun sering kali kesadaran kesadaran itu sekadar menjadi kesadaran naif, kita tahu tapi kita tak mampumeng-gol-kan perintah itu. Berhasil atau tidaknya tentu semua ada pada kekuasaan Allah. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orangyang mendapatkan hidayah untuk selalu berada di jalan-Nya.
Benarlah apa yang dikatakan Allah, Allah akan menguji keimanan hamba-Nya. Dan aku rasakan ketika aku dimudahkan untuk menutup aurat, berusaha ikhlas dan mematuhi amalan-amalan wajib, ketika aku bertekad untuk memperbaiki diri maka ujian pun datang. Mulai dengan upaya untuk menjaga komunikasi dengan orang tua ketika ada masalah, ujian tentang keikhlasan, tentang finansial dan studi. Pukulan yang tumpah tindih itu aku rasakan sebagai beban terberat yang pernah aku pikul selama aku merasakan hidup.
Aku sendiri merasakan bagaimana beda ketika berbusana muslimah dibanding tidak. Laki-laki yang semula berniat iseng pun lalu menjadi segan. Rasanya, orang pun lebih respek terhadap perempuan yang menutup auratnya, bahkan ketika kita baru mengenalnya sekalipun.
Banyak hal positif yang aku dapatkan setelah memakai busana yang menutup aurat, namun jangan dikira bahwa ujian pun berhenti sampai di situ. Ini adalah hidayah yang alhamdulallah telah Allah limpahkan kepadaku. Dan aku tak boleh mandeg sampai di situ karena kita selalu diingatkan bahwa orang yang beruntung adalah orang yang hari nanti lebih baik daripada hari ini . Aku sadar jika selama ini aku baru sekadar menggunakan hijab yang terkadangkurang syar’i, memakai “kerudung gaul“ ataupun yang diistilahkan sebagai “jilbab Britney Spear“ atau apalah namanya, namun hidayah yang ada musti tetap dijaga dan tetap berusaha mencari ridha Allah. Jika tidak, bisa jadi kita akan menjadi manusia bunglon yang bisa tampak alim namun di lain waktu menjadi penghamba dunia yang tindakannya tak lebih baik dari Britney Spear sebagai ikon gaya glaumornya perempuan muda. Boleh jadi pula, jika ujian datang, lepaslah busana muslim yang selama ini menjadi ciri dan penjaga kita....Innalillahi.....
Ya Allah, jagalah diriku agar selalu berada di jalan-Mu, untuk tetap istiqamah menjalankan perintah-Mu, senantiasa mendapat ridha dan hidayah-Mu, damai bersama-Mu. Amiiiiiin.
(Doakan aku ya para pembaca sekalian!)

Catatan:
dituklis Desember 2005, dikirim ke sebuah majalah islam tapi pasti gak dimuat karena rubrik yang aku maksud sudah tak ada

0 Comments:

Post a Comment

<< Home