POLIGAMI TIDAK DIPERBOLEHKAN DALAM ISLAM
Poligami tidak boleh dalam Islam, demikian diungkapkan oleh Sinta Nuriyah/ istri Gus Dur, sebagaimana aku baca di majalah Femina. Lebih lengkapnya, sbb:
Jangankan kita, putrid Nabi Muhammad saw pun, Saidah fatimah, tak mau dipoligami. Nabi sendiri melarang sobat Ali bin Abi Thalib melakukan poligami terhadap putrinya. “Fatimah itu bagian dari diriku. Menyakiti Fatimah sama dengan menyakitidiriku.” Jadi, Nabi tahu bahwa poligami akan berdampak yang menyakitkan. Nabi pun melakukan poligami karena ketentuan dari Alloh (yang dikawini pun janda peperangan). Pernyataan ini di lakukan di depan publik. “Saya tidak izinkan! Saya tidak izinkan! Saya tidak izinkan!” Jadi, tiga kali.
Banyak yang menafsirkan ajaran agama Isalam secara salah, ayat Al Qur’an hanya dibaca sepotong. Kalau dibaca secara kseluruhan, maka di situ akan muncul bahwa secara eksplisit poligami tidak boleh dalam Islam.
Mereka yang beranggapan bahwa Islam membolehkan poligami karena mereka membaca QS An Nisaa:3 “fan kihuu maa thaaba lakum minan nisaa-I matsnaa wa tsulaatsa wa rubaa” yang artinya “kawinlah kamu (laki-laki) dengan perempuan, dua, tiga atau empat” , titik sampai di situ. Kalau titik, berarti boleh, menyuruh. Padahal ada kelanjutan dari ayat itu (masih di ayat 3) yaitu: “fain khiftum allaa ta’diluu fawaa hidatan” yang artinya” jika kamu sekalian merasa khawatir, takut untuk berbuat tidak adil, maka kawinilah satu perempuan saja”.
Sekarang, keadilan itu diukur oleh siapa dan ukuran mana?
Dalam Al Qur’an, kata keadilan ada dua macam, yaitu “qasata” dan “adala”. “Qasata” artinya keadilan yang bersifat materiil, sedangkan “adala” keadilan yang bersifat immaterial, termasuk cinta dan kasih saying. Dalam ayat tadi, disebutkan “alla ta’diluu” yaitu mengggunakan “adala”, berarti keadilan yang dituntut adalah keadilan yang bersifat immaterial. Padahal keadilan immaterial kan susah.
Jadi, secara eksplisit poligami itu tidak boleh, agama Islam ikut paham monogamy. Karena penafsiran yang patriarki, yang menguntungkan laki-laki, maka prakteknya seperti sekarang ini.
Saya (baca: Sinta Nuriyah) tidak melihat ada keuntungan untuk perempuan dalam poligami. Yang saya lihat malah kerugiannya atau dalam Islam disebut mudharat-nya. Nabi saja melihat kesengsaraan oran g yang dipoligami. Maka banyak imam seperti Imam Al Thabari, Ibnu Hasan dll yang mengatakan bahwa ayat tersebut sebenarnya ketidakbolehan atau keharaman dari poligami karena mudharatnya lebih banyak dari manfaatnya.
Wanita harus sadar bahwa poligami menyakitkan sesamanya, tak ada untung nya bagi dirinya. Jadi, wanita harus tegas terhadap poligami. Caranya, tidak mau didekati oleh laki-laki yang sudah punya istri dan juga tidak mau mendekatinya. Wanita yang mau dipoligami (wanita yang bersedia menikah dengan pria beristri) maka wanita ini akan menuju ke arah kesengsaraannya sendiri.
(dari majalah Femina eds. 17 Juli 2002)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home