mayadefitri

Sunday, August 27, 2006

MEMBONGKAR TABIR REIKI, TENAGA DALAM DAN ILMU KESAKTIAN

MEMBONGKAR TABIR REIKI, TENAGA DALAM DAN ILMU KESAKTIAN
Judul: Kesaksian para Mantan Praktisi Reiki, tenaga
dalam dan Ilmu Kesaktian
Penulis: Perdana Akhmad
Penerbit: SHAR-E Publishing, Yogyakarta
Cetakan: I, 2006
Tebal: 190 halaman

Berbagai perguruan tenaga dalam yangmengajarkan dan
mendemonstrasikan praktik-praktik ilmu kesaktian ada di
sekeliling kita, seperti ilmu “ngrogoh
sukma”, pellet, panglimunan, maupun trawangan untuk
membaca isi hati seseorang, mengetahui masa lalu dan masa
depan seseorang ataupun untuk mengetahui letak barang yang
hilang, dan sebagainya, bukan hal yang baru yang dapat
kita jumpai di sekitar kita. Demo kekkebalan dari api,
senjata tajam dan sejumlah ketangkasan lain yang disebut
menggunakan tenaga dalam pun tak kalah banyaknya.
Persoalannya kemudian, bagaimana praktik-praktik semacam
ini dilihat dari sudut pandang agama (khususnya Islam)?
Dan apakah benaar klaim-klaim mereka bahwa apa yang mereka
lakukan itu tidak bertentangan dengan agama apa pun?
Begitu pun klaim yang diyakini orang dalam reiki yang
dipraktikan orang selama beratus-ratus tahun.
Adalah seorang Perdana Akhmad yang berasal dari keluarga
yang menyukai ilmu kesaktian, coba membuka tabir tentang
semua itu. Sang ayah pernah melakukan tapa pendem, sang
paman yang suka mengobati orang sakit dengan tenaga dalam,
menjadikan perdana kecil ingin punya keahlian serupa
hingga beberapa kali mengikuti perguruan-perguruan yang
ada sehingga waktu SMA ia bisa menghadirkan makhluk halus
yang diinginkan ke tubuh seseorang. Barulah semasa kuliah
dia tambah latihan-latihan olah nafas serta mempelajari
reiki yang disebut-sebut sebagai cara menggunakan energi
Illahi atau alam semesta dan peningkatan spiritualitas. Ia
mempelajarinya hingga tingkat master pengajar.
Dari pengalamannya menjadi relawan dalam sebuah kelompok
Islam ke Maluku dan Poso, dari situlah ia mulai meragukan
“kebersihan ilmu-ilmu tenaga dalam dan ilmu
pemnyembuhan reiki”nya karena disana ditekankan
untuk menjauhi syirik, khurafat maupun bid’ah. Meski
demikian, setelah dari sana, reiki digeber ulang dengan
banyak melakukan attunement/ pengisian. Juga lebih
mendalami tenaga dalam, latihan pernapasan serta
memperdalam ilmu aji-ajian versi jawa dengan ritual puasa
mutih, ngebleng dan baca rapalan ribuan kali. Dari
sanalah ia merasa ada yang tidak beres dalam dirinya
sehingga sangat mengganggu dan menghalangi untuk melakukan
amalan-amalan ibadah. Melalui proses yang cukup panjang,
ia berupaya untuk membersihkan diri dari segala tipu daya
makhluk-makhluk asing yang disadarinya ada pada dirinya.
Kisah nyata penulis, ditambah dengan kisah-kisah lain
yang lain diramu secara apik untuk memberikan berbagai
contoh tipu daya dari jin yang acap kali ada di sekeliling
kita dalam bentuk ilmu ketangkasan, reiki, tenaga dalam,
jimat maupun berbagai ilmu kesaktian lain hingga proses
kesadaran mereka masing-masing.
Buku ini juga menyajikan pengakuan para guru besar tenaga
dalam dan ilmu kesaktian yang telah meninggalkan
praktikmasa lalunya. Bagaimana para paranormal mengelabui
pasien di paadepokan/ lembaga/ yayasan mereka dalam
mmemasarkan ilmu-ilmunya. Pada dasarnya, mereka sendiri
juga mempertanyakan eksistensi ilmunya sendiri, namun
akhirnya “mentok” pada pembohongan publik
karena terdesak belitan finansial hingga berpikir bahwa
dosa bias dinegoisasikan dengan Tuhan. Kata-kata mujarab
bahwa apa yang dilakukannya atas bantuan jin itu sebagai
“atas ijin Allah” acap kali mereka sampaikan
disamping trik-trik lain seperti menyajikan pasien palsu
atau memutar-balikkan ayat dan menyampaikan hadist palsu,
mereka terus membuaal. Hal itu dilakukan agar pasien
tersugesti untuk mengingat dan mengeramatkan mereka.
Orang-orang pemalas, frustasi, tidak percaya diri, bahkan
orang yang rajin ibadah pun akan menjadi sasaran empuk
mereka.
Ditambah dengan kesaksian para praktisi yang menjalani
terapi ruqyah, serta beberapa keterangan yang dibutuhkan,
membuat buku ini lebih lengkap, meski pada dasarnya,, buku
in I sendiri merupakan penyempurnaan dari buku Perdana
Akhmad sebelumnya “Membongkar Kesesatan Praktek
Sihir Pada reiki, Tenaga Dalam dan Ilmu Kesaktian”
serta “Membongkar Kesesatan Perilaku Syirik
Masyarakat Indonesia”. Namun demikian, rangkaian
kisah nyata dalam buku ini mengajak pembaca untuk
menelisik, mempelajari dan mengkritisi lagi tentang
praktik-praktik beberapa ilmu tersebut. Bahwasanya penulis
merupakan contoh yang telah mempraktikkannya, membuat buku
ini mempunyai nilai lebih dalam menawarkan wacana untuk
berpikir kritis serta berpikir ulang bagi para praktisi.
***

PENCARIAN JATI DIRI SEORANG PEREMPUAN

Judul: Perempuan Badai
Penulis: Mustofa W. Hasyim
Penerbit: P-Idea, Yogyakarta
Cetakan: I, 2006
Tebal: viii + 180 halaman
Wacana gender dan feminisme memang mulai pikuk dalam masa
peralihan milenium ini. Tema perempuan terus digali lebih
dalam agar mencapai titik temmu dengan prinsip bahwa
laki-laki dan perempuan tidak boleh menindas satru sama
lain.
Zaman terus berubah. Jika menjadi puritan untuk menentang
arus, perempuan dianggap sebagai perempuan batu dan siap
menindas keinginan dan kemauannya sendiri. Jika mengikuti
arus, perempuan haarus siap menghadapi gelombang besar
patriarki. Lebih jauh, perempuan musti siap dicap sebagai
pemberontak yang kehilangan identitas fitrahnya sebagai
perempuan. Di sinilah dilema itu menyajikan beragam
kemungkinan dan pilihan bagi perempaun.
Dalam ranah pencarian dan upaya pengambilan keputusan
inilah, Nurjanah berada. Sebagaimana dilukiskan dalam
novel Perempuan Badai karya Mustofa W Hasyim ini, tokoh
Nurjanah sebagai seorang dosen muda ini menyandang nilai
lebih kehidupan sosialnya. Cantik, punya karir intelektual
yang lumayan dan kehidupan rumah tangga yang menyenangkan.
Belum hadirnya seorang anak tak menjadi persoalan yang
penting bagi Nurjanah dan Anwar, suaminya yang juga
berprofesi sebagai dosen. Toh Nurjanah merasa terganggu
ketika kerap kali ditanya mengenai anak karena orang
umumnya memandang seolah-olah merupakan sesuatu yang
ganjil jika dalam perkawinan belum ada anak sehingga
kebahagiaan tidak akan lengkap karenanya.
Sedikit demi sedikit, Nurjanah mulai berubah setelah
mengenal Narsih, seorang tokoh feminisme yang menularkan
paham padanya tentang hak seseorang atas diri sendiri.
Nurjanah seakan tersadarkan bahwa ia telah kehilangan
kediriannya. Perkawinan telah merebut diri, tubuh dan
hidupnya. Sebagai perempuan, seseorang harus otonom,
memiliki diri sendiri dan bukannya terkungkung oleh
identitas-identitas lain yang dikonstruksikan oleh
lingkungan di luar dirinya.
Anwar yang memandang bahwa paham seperti ini adalah konsep
yang banyak diwacanakan namun minim pengikut, pun
merasakan ketersentakan sesaat manakala mengetahui
Nurjanah mulai berubah ke arah sana. Ketika disadari,
dirasakan sudah terlambat untuk menghambatnya. Dari
sanalah, pelarian dilakukan oleh Anwar.
Yup, pilihan pragmatis sebagai kontra aksinya untuk
menindas rasa kecewa dan sakit hati. Anwar menjalin
hubungan terlarang dengan tokoh Bulik, perempuan paruh
baya tukang cuci dan setrika di rumah mereka. Semenatar di
sisi lain, Nurjanah pun diam-diam menjalin cinta yang
lain, cinta sejenis dengan Narsih.
Ketegangan justru muncul manakala dengan dalih kebebasan
dan otonomisasi diri, Nurjanah mulai menanggalkan
kerudung. Baginya, beragama itu dalam hati, mengakui Tuhan
dan menyembahnya serta melayani sesama. Doa bukanlah
kewajiban tetapi kebutuhan. Jika butuh doa, ya berdoa.
Jika tidak, ya untuk apa berdoa.
Dalam perjalan berikutnya, Nurjanah ke Amerika sementara
Anwar ke Perancis. Pasangan ini masing-masing melanjutkan
program doktornya, tentu saja sekalian untuk mencari jati
diri tanpa tahu bagaimana masa depan kehidupan rumah
tangga mereka.
Secara lengkap, novel berukuran fisik 12x18 cm ini memang
menyajikan berbagai harapan dan wacana mengenai perempuan.
Bagaimana konsep “mrungsungi” sebagai proses
pencarian jati diri membuka banyak kemungkinan dan
harapan. Semenatra wacana kebebasan dan daya tarik dunia
begitu memikat dan saling menawarkan diri untuk dimasuki
dan dijamahi. Apakah akan merunduk sembari mendamba mata
air Tuhan di gurun gersang ataukah meledak-ledak yang
mengesankan gerak dinamis dan bebas.
Dengan muatan novel yang acapkali menyuguhkan denyar
romansa persintaan dalam episode-episodenya, hubungan
anntarmanusia yang dilakoni tokoh Nurjanah merupakan
poilihan nonkonvensional yang rentan akan risiko,
sebagaimana badai yang tetap akan mengikuti pusarannya.
Sementara muaranya, tetap dibuka oleh pengarang agar
pembaca bebas untuk berpihak dan membuat ending sendiri
dari pencarian jati diri tentang perempuan, oleh perempuan
itu sendiri maupun oleh laki-laki sebagai partner
perempuan. ***

Catatan: buku ini merupakan buku yg saya terima sebagai hadiah dr Radio Eltira

Wednesday, August 09, 2006

PENGEEEEN

Gw pengen apa hayooo.....
pengen nulis banyak aja...tp gak tau neh...lagi kena halangan aja...ya..terpaksanya laen kale. pokoknya pengen makasie ama semuanya yg telah ngedukung gw deh...yg keliatan maupun yang enggak

PUSYIIING

Pusyiiing...capek2x ngetik...ehh..error.
dah ah.mendingpulang
cu...bye