YA- HALWA, BISNIS BATIK DENGAN CINTA, sebuah profil
Cinta- cinta- cinta….lakukan itu dengan cinta, bila kamu mau, mau…..aku tak mau bila tanpa cinta. Sepenggal nyanyian suara Mahadewi yang akrab terdengar di telinga itu, seakan mengamini apa yang ada di kepala Wiwin. Dengan cinta, diawali dengan usaha jualan batik dari rumah ke rumah, mendatangi kumpulan orang, hingga jatuh-bangunnya berupaya menjalankan bisnis kecil- kecilan lain, perempuan bernama lengkap …tersebut sukses menngembangkan bisnis batiknya mantap dengan bendera YA- HALWA. Selain untuk langganan prorangan, batik YA- HALWA banyak dipesan untuk seragam bagi bank seperti BI, BPD maupun instansi- instansi pemerintahan yang lain.
“Awal mula saya menggeluti batik, karena saya memang cinta batik. Dari kecil memang senang saja, padahal dari orang tua tidak ada back ground batik. Saya juga mempelajari batik lalu jualan batik dengan door to door mendatangi ibu- ibu yang menunggui anaknya di TK, dan sebagainya,” ujar Wiwin.
Menikah dengan Mustaqim, pria kelahiran Pekalongan 10 November 1965, Wiwin memang pernah mencoba berbisnis kolontong. Tahun 1997, dengan warung kecil di garasi kecil depan rumah orang tua Wiwin di Piringan, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, dirasakannya tidak terlalu banyak memberikan keuntungan. Akhirnya, Wiwin yang tamatan SMKK jurusan Boga, membuka bisnis snack kecil- kecilan.
“Biasanya kita menerima pesanan “roti kenduri”, roti sederhana yang biasa dipakai sebagai penggamnti nasi kenduri. Waaah, capek bener itu, saya juga membantu mengaduk dan sebagainya, nak-nik. Untung seratus- dua ratus kita sudah seneng banget waktu itu,’ ujar Mustaqim menimpali.
Sementara sang suami bekerja di perusahaan ekspor mebel, Wiwin beralih dengan jualan batik. Melihat prospek yang cukup cerah di bisnis batik, Wiwin pun memanfaatkan garasi rumah orang tuanya untuk tempat produksi baju- baju batik, sehingga ia tidak lagi banyak mengambil batik dari luar untuk berjualan.
Mengingat masa- masa itu, memang penuh kerja keras. “Kalau dianggap susahnya, di saat orang terlelap, kita bekerja. Seperti waktu ada Sunday Morning di Lembah UGM waktu dulu. Jam 3 itu kita bangun. Saya menyeterika dan menyiapkan dagangan untuk jualan sejak pagi. Tapi semua dijalani aja dengan senang hati, jangan nmengeluh,” tuturnya mengingat masa lalu.
Setelah dua tahun berjalan, Wiwin ditawari tempat dengan sistem bagi hasil di daerah Pucung yang letaknya dua kilometer dari rumahnya. Cukup strategis, karena di pinggir jalan raya.
Setahun Wiwin di Pucung, muncul satu kerabatnya yang menawarkan untuk tempatnya yang semula dijadikan sebagai bengkel. Maka, bengkel di jalan Bantul km. 8,5 tersebut disulap oleh Wiwin sebagai toko/ showroomnya hingga sekarang. Dari usaha inilah, Wiwin dan suaminya dapat mebuat rumah sendiri dan sekarang sedang membangun showroomnya sendiri yang berjarak 700 meter dari showroom semula yang disewa dengan sistem kontrak.
Bakat Bisnis
Mengulik sesaat tentang pertemuan Wiwin- Mustaqim yang kini mendampinginya, mereka bertemu di RSU Wirosaban.
“Saat itu saya sedang menjenguk ibu kost di rumah sakit. Di sanalah saya berkenalan dengan Wiwin sedang Praktek Kerja Lapangan di sana. Dia menjadi ketua kelompok, dan saya melihat dia memang berbakat mempimpin,” ujar Mustaqim. Dari situlah Mustaqim tahu bahwa perempuan yang kemudian menjadi istrinya itu memang berbakat memimpin dan berbisnis.
Tak ayal jika lulusan STIE Widya Wiwaha ini terus mendukung langkah istrinya. Tahun 2005, setelah dirasakan modal mencukupi, Mustaqim yang semula bekerja di perusahaan mebel pun turut ambyur secara total untuk mengurus bisnis batik istrinya.
Mustaqim lebih fokus pada produksi sementara Wiwin lebih banyak mengurusi pemasarannya.
Sampai kini, batik yang mereka kelola masih sering mengikuti pameran. “Gak tentu sih berapa bulan sekali, tergantung waktunya. Tapi kita juga lihat- lihat eventnya. Kalau skalanya nasional dan banyak dikunjungi pejabat atau menteri- menteri, kita berusaha untuk ikut,” ujarnya.
Ketika ditanya mengenai omset bisnisnya, dengan sedikit malu Mustaqim menjawab pada kisaran 30 hingga 60 juta rupiah. Dari angka sekian, ia memperhitungkan bahwa setidaknya 80 persen dari target dapat terpenuhi agar mendapat prosentase keuntungan sesuai yang diharapkan. Dengan demikian, untuk menggaji karyawannya yang berjumlah empat puluh orang pun tetap aman.
Pekerjaan Rumah dan Mimpi- Mimpi
Wiwin, perempuan kelahiran Bantul, 24 Oktober 1972 ini memang menyukai batik dari kecil. Bersama dengan Mustaqim yang punya “darah batik” dari orang tua dan kakek- neneknya di Pekalongan, maka kolaborasi keduanya dalam menjalankan bisnis dapat mencapai pada tahap sekarang.
“Dari dulu saya merasa punya PR (pekerjaan rumah), bagaimana menjadikan batik sebagai pakaian keseharian. Jadi, istilahnya, pakai batik itu jangan hanya pada saat- saat tertentu seperti hajatan atau kondangan. Batik bisa digunakan sebagai pakaian keseharian. Nyatanya batik kan bisa dipadu- padankan dengan celana jeans dans sebagainya. Jadi, bagaimana batik bisa fashionable dan trendi. Dengan pengakuan UNESCO pada batik, ini berarti mendukung sekali. Batik juga kembali digemari. Jadi, saya bisa merasa bahwa PR saya bisa sedikit terwujud. Oleh karena itu, saya juga selalu memakai batik. Selain mendukung usaha, ini kan promosi juga” tutur Wiwin.
Sekarang Wiwin sedang mengembangkan batiknya agar memiliki ciri khas. “Saya banyak menggunakan motif batik Yogya, dan saya lebih menonjolkan motif parang. Selain desain dari karyawan saya, saya juga sering membuat desain. Saling melengkapilah,” ujar Wiwin.
“Di samping showroom dan di gazebo depan sengaja saya pakai untuk tempat karyawan membatik dengan cantingnya. Ini saya maksudkan agar pembeli lebih mantap dan percaya bahwa batik kami memang kami bikin sendiri. Selain itu, mereka juga bisa melihat prosesnya. Ini jadi semacam wisata tersendiri bagi mereka. Saya malah berpikir, bagaimana jika nantinya kampung kami menjadi daerah wisata batik. Kan sepanjang Jalan Bantul belum ada. Memang sih, mencari pembatik juga agak susah, makanya saya pengen, jika ada yang mau berjalan bersama- sama, ayo,” ujar Wiwin memaparkan obsesinya sembari mengingatkan bahwa bekerja keras dan berpikir cerdas merupakan kunci keberhasilan yang dihayatinya. Apalagi dijiwai dengan kecintaan, ia yakin usaha apa pun akan mendatangkan hasil yang tak sia- sia. maya, November 2009
Catatan: tulisan ini telah kupersembahkan untuk tabloid Inspirasi Bisnis
1 Comments:
kak apakah di toko YA-HALWA dapat menerima siswi PKL ?
Post a Comment
<< Home